10 Tari Tradisional Sulawesi Selatan

10 Tari Tradisional Sulawesi Selatan | tradisikita.my.id - Sulawesi Selatan dihuni oleh beberapa suku bangsa yang terdiri dari suku Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Duri, Pattinjo, Bone, Maiwa, Endekan, Pattae dan suku Kajang/Konjo. Setiap suku adat yang tinggal di Sulawesi Selatan memiliki adat dan tradisi sendiri. Diantara tradisi masyarakat Sulawesi Selatan adalah tari tradisional atau tari adat Provinsi Sulawesi Selatan.

Tarian Sulawesi Selatan konon berjumlah 316 jenis tari adat yang terdiri dari 98 tarian merupakan milik orang Bugis, 66 milik orang Makasar, 116 milik orang Mandar, dan 36 milik orang Toraja. Namun pada kesempatan ini kita akan mengenal 10 tarian tradisional yang masih ada dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

1. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Kipas Pakarena

tari tradisional sulawesi selatan
Tari Kipas Pakarena Sulawesi Selatan
Gandrang Pakarena merupakan sebuah lagu daerah Sulawesi Selatan, namun Pakarena yang satu ini merupakan salah satu tarian tradisional Provinsi Sulawesi Selatan. Tari Pakarena atau dikenal pula dengan Tari Kipas Pakarena adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Tarian ini dibawakan oleh para penari wanita dengan berbusana adat dan menari dengan gerakannya yang khas serta memainkan kipas sebagai atribut menarinya. Tari Kipas Pakarena ini sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan, bahkan Tari Kipas Pakarena ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa.

Dalam pertunjukan Tari Kipas Pakarena biasanya ditampilkan oleh 5-7 orang penari wanita. Dengan berbusana adat dan diiringi musik pengiring yang dimainkan dari alat musik tradisional Sulawesi Selatan yang sering disebut dengan gondrong rinci. Gondrong rinci ini merupakan musik tradisional yang terdiri dari gendrang dan seruling. Musik pengiring ini biasanya dimaikan oleh 4-7 orang pemain musik. Salah satu pemusik biasanya memainkan seruling dan yang lainnya memainkan gendrang dengan cara yang berbeda-beda sehingga menghasilkan suara yang padu. 

Dalam tarian kipas pakarena ini walaupun penari menari dengan gerakan yang lemah lembut, namun irama yang dimainkan musik pengiring bertempo cepat. Hal inilah yang menjadi salah satu keunikan dari Tari Kipas Pakarena ini.

Kostum yang digunakan para penari biasanya merupakan busana adat khas Gowa. Para penari biasanya menggunakan baju longgar, kain selampang, dan kain sarung khas Sulawesi Selatan. Pada bagian kepala, rambut penari biasanya dikonde dan dihiasi dengan tusuk berwarna emas serta bunga-bunga. Penari juga dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti gelang, kalung dan anting yang khas. Selain itu tidak lupa penari juga membawa kipas lipat yang digunakan untuk menari.

Para penari kipas pakarena menari dengan gerakan lemah gemulai sambil memainkan kipas lipat di tangan mereka. Gerakan dalam tarian ini biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan kipas lipat dan tangan satunya yang bergerak lemah lembut. Selain itu gerakan badan yang mengikuti gerakan tangan dan gerkan kaki yang melangkah. Selain gerakan yang lemah gemulai ternyata para penari kipas pakarena dibatasi oleh suatu aturan / pakem tertentu, salah satunya adalah para penari tidak diperkenankan untuk membuka mata terlalu lebar dan mengangkat kaki terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan sangat diutamakan dalam tarian ini. sehingga harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan hati yang tulus. 

2. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Pattennung


Tari Pattennung merupakan tari tradisional dari Sulawesi Selatan. Tari Patenung menggambarkan wanita-wanita asal Sulawesi selatan yang sedang menenun. Tarian Pattenung ini menggambarkan pula kesabaran dan ketekunan serta bagaimana gigihnya para perempuan Toraja Sulawesi Selatan yang menenun benang menjadi kain.

Adapun penari pattennung menggunakan pakaian adat khas Sulawesi Selatan yaitu berupa baju bodo panjang, lipaq sabbe (sarung), curak lakba, serta hiasan bangkara, rante ma’bule, pontoyang digunakan dalam tari pattenun. Adapun properti yang digunakan berupa sarung lempar.

Tarian Pattennung ini diiringi oleh iringan instrumen musik tradisional suling dan gendang. 

3. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Ma'Gellu

Tari Ma'gellu adalah tarian tradisional Sulawesi Selatan. Tarian Ma’gellu awalnya dikembangkan di Distrik Pangalla’, sekitar 45 km ke arah Timur dari kota Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Tarian ini biasanya dipentaskan pada upacara adat khusus yang disebut Ma’Bua’, yang berkaitan dengan upacara pentasbihan Rumah adat Toraja/Tongkonan, atau keluarga penghuni tersebut telah melaksanakan upacara Rambu Solo’ yang sangat besar (Rapasaan Sapu Randanan). Seiring perkembangannya, saat ini tarian Ma’gellu’ juga dipertunjukkan di upacara kegembiraan seperti pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara penerimaan tamu terhormat. 

Tarian Ma'gellu dilakukan oleh remaja putri berjumlah ganjil diiringi irama gendang yang ditabuh oleh remaja putra yang berjumlah empat orang.
Tari Ma'gellu dari Sulawesi Selatan | foto :fotokoleksiku.wordpress.com

Adapun busana serta aksesoris yang digunakan oleh para penari Ma'gellu adalah khusus untuk penari dengan perhiasan yang terbuat dari emas dan perak seperti Keris Emas/Sarapang Bulawan, Kandaure, Sa’pi’ Ulu’, Tali Tarrung, Bulu Bawan, Rara’, Mastura,Manikkata, Oran-oran, Lola’ Pali’ Gaapong, Komba Boko’ dan lain-lainnya. 

 4. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Ma'randing

Tari Ma'randing adalah tarian tradisional Sulawesi Selatan yang dipentaskan pada pemakaman besar (biasanya orang dengan kasta tinggi). Para penari menggunakan pakaian perang tradisional dan senjata. Tari ini secara mendasar adalah sebuah tari partriotik atau tari perang. 

Kata ma'randing sendiri berasal dari kata randing yang berarti "mulia ketika melewatkan". Tari ini menunjukkan kemampuan dalam memakai senjata tradisional Sulawesi Selatan dan menunjukkan keteguhan hati serta kekuatan seseorang yang meninggal selama hidupnya. Tarian Ma'randing dibawakan oleh beberapa orang yang setiap orangnya membawa perisai besar, pedang dan sejumlah ornamen. Setiap objek menyimbolkan beberapa makna. Perisai yang dibuat dari kulit kerbau (bulalang) menyimbolkan kekayaan, karena hanya orang kaya yang memiliki kerbau sendiri. Pedang (doke, la'bo' bulange, la'bo' pinai, la'bo' todolo) menunjukkan kesiapa untuk perang, yang menyimbolkan keberanian.

Tari ini dilakukan dengan 4 prinsip gerakan, yaitu :
  1. Komanda menginspeksi tiap orang dan senjatanya, menyimbolkan disiplin.
  2. Senjata diulur dan perisai ditarik kebelakang, menyimbolkan kesigapan.
  3. Salah satu kaki diangkat sementara itu yang lain di tanah, menyimbolkan keteguhan hati.
  4. Para menari mundur kebelakang, sementara itu satu penari bergerak ke kanan dan yang lain ke kiri, menyimbolkan kesigapan. 
Selama tarian, para penari berteriak untuk menyemangati satu sama lain selama pertempuran. Penonton akan turut serta berteriak. Teriakan ini (peongli) terkadang bervariasi diberbagai tempat.  Makna yang terkandung dari tarian Ma'randing ini adalah untuk menjaga desa dan melindungi para gadis muda dari penculikan desa tetangga. 

5. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari manimbong

Tarian Manimbong adalah tari tradisional Sulawesi Selatan yang hanya ditampilkan secara khusus pada upacara adat Rambu Tuka’ oleh penari-penari pria. Seperti halnya tarian Rambu Tuka’ lainnya, Manimbong juga diselenggarakan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Para penarinya menggunakan pakaian adat khusus yaitu Baju Pokko’ dan Seppa Tallu Buku yang berselempang kain antik. Mereka juga dilengkapi dengan parang kuno (la’bo’ penai) dan sejenis temeng bundar kecil yang bermotif ukiran Toraja.

6. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Ma'badong

Ma' Badong merupakan salah satu tarian adat Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tarian ma' badong diadakan pada upacara kematian (Rambu Solo') yang dilakukan secara berkelompok, para peserta (pa'badong) membentuk lingkaran dan saling berpegangan dengan mengaitkan jari kelingking.

Para pa' badong terdiri dari pria dan wanita setengah baya atau para orang tua dengan pemimpin badong yang biasa disebut sebagai Indo' Badong (perempuan) atau Ambe' Badong (Laki-laki). pemimpin badong akan melantunkan syair (Kadong Badong) atau semacam riwayat hidup dari orang yang meninggal mulai dari lahir sampai ia wafat dengan memberikan kalimat-kalimat syair dan modus nada untuk dinyanyikan oleh semua kelompok penari sambil berbalas-balasan. gerakannyapun memiliki ritme tersendiri mengikuti syair dari badong yang dilantunkan.

Dalam Tarian badong beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai tata baku badong adalah; Penari badong paling sedikit berjumlah lima orang, Syair lagu badong adalah syair yang sudah terstruktur sesuai dengan keempat fungsi ditambahkan dengan riwayat hidup dari orang yang meninggal

Badong dilaksanakan pada upacara pemakaman di lapangan atau tempat terbuka yang dikelilingi oleh lantang (Pondok) yang digunakan pada saat upacara kematian berlangsung.

Ma' bodong biasanya dilakukan pada upacara kematian yang dilaksanakan secara besar-besaran. para peserta badong telah ditentukan untuk melaksanakan tarian badong selama kegiatan berlangsung utamanya ketika menyambut tamu yang datang. Tarian Ma'badong kadang menelan waktu berjam-jam, bahkan berlangsung sampai tiga hari tiga malam sambung menyambung di pelataran duka.


Badong hanya dilakukan di upacara kematian dan bersifat sakral, bukan untuk permainan sehingga tidak akan dilakukan di upacara yang lain.

Rangkaian gerakan badong berupa gerakan kepala, pundak, tangan, dan kaki, serta perputarannya tidak mengalami perubahan dan variasi, tetapi berupa tata cara yang masih sama dengan yang diwariskan turun-temurun.

Masyarakat Tana Toraja Percaya bahwa ma'badong akan menuntun arwah orang yang meninggal menuju alam peristirahatan yang terakhir yaitu alam Puya.

7. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari  Pa'Pangngan

Tarian Pa'pangngan merupakan tarian tradisional Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh gadis-gadis cantik memakai baju hitam atau gelap dan menggunakan ornamen khas Toraja seperti kandaure. Pangngan Ma adalah menari saat menerima tamu-tamu terhormat yang menyambut dengan kata-kata Tanda mo Pangngan mali'ki, yaitu  :
  • Kisorong sorong mati '
  • Solonna pengkaboro'ki '
  • Rande pela'i toda
  • Mala'bi tanda Kiala '
  • Ki po Rannu matoto '
Kata panggan sendiri berarti sirih dimana kata-kata dan penawaran sirih menunjukkan nilai ditempatkan pada kunjungan dan menegaskan bahwa para tamu telah diterima dan sekarang dianggap sebagai bagian dari masyarakat Toraja. Penawaran ini secara simbolis diungkapkan oleh masing-masing penari memegang sirih (pangngan) yang, dalam perjalanan tarian, ditempatkan dalam kantong di depan mereka. Kantong tersebut dikenakan oleh wanita lansia kebanyakan di desa-desa dan mengandung bahan untuk sirih mengunyah sirih pinang campuran.

8. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Gandrang Bulo

Tari Gandrang Bulo merupakan tarian dari Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu simbol bagi masyarakat Makassar. Tari ini biasanya dilaksanakan ketika ada pesta rakyat. Kata Gandrang bulo berasal dari dua kata, yaitu “gandrang” yang berarti tabuhan atau pukulan dan “bulo” yang berarti bambu. Tarian ini merupakan simbol keceriaan lantaran didalamnya diselipkan berbagai humor yang membuat para penontonnya tertawa, oleh karena itulah maka para penari yang membawakan tarian ini harus terlihat bahagia.

Pada awalnya Ganrang Bulo sebenarnya sekadar tarian yang diiringi oleh gendang. Seiring waktu, tarian ini diiringi pula lagu-lagu jenaka, dialog-dialog humor namun sarat kritik dan ditambah gerak tubuh yang mengundang tawa. Kadangpula diselipkan Tari Se’ru atau Tari Pepe pepeka ri makka yang acap kali tampil sendiri di berbagai panggung pertunjukan, namun begitu oleh masyarakat sekitar tetap saja ia dikenal sebagai bagian pertunjukan Ganrang Bulo.

Tarian Gandrang Bulo ini selalu mengikuti perkembangan zaman. Sekitar 1942, misalnya, ketika perang melawan penjajah berkobar, kaum seniman pun tak mau kalah. Mereka membangun basis-basis perlawanan dari atas panggung. Ganrang Bulo pun disulap bukan sekadar tari-tarian, melainkan tempat pembangkit semangat perjuangan dengan mengejek dan menertawakan penjajah dan antek-anteknya. Gadrang Bulo, ketika itu, lantas menjadi kesenian rakyat yang amat populer. Baru sekitar akhir 1960-an, Gandrang Bulo mengalami kreasi ulang. Mulai saat itu Ganrang Bulo dikenal dalam pentas-pentas tarian dalam acara-acara seremonial. Ganrang Bulo macam inilah yang belakangan ini kerap tampil di acara-acara resmi pemerintah maupun partai-partai politik. Namun begitu, walaupun mengalami berbagai perubahan, Ganrang Bulo tak pernah kehilangan tempat. Grup-grupnya tersebar di berbagai tempat seperti Gowa, Makassar, Maros, dan Takalar. Gandrang Bulo menjadi tempat bebas seniman kampung mengekspresikan problem mereka sehari-hari.

9. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Tari Bosara

Tari Bosara adalah tarian tradisional Makasar Sulawesi Selatan. Tari Bosara ditampilkan dalam rangka menyambut tamu kehormatan. Pada zaman dahulu, Tari Bosara ditampilkan pada acara penting untuk menjamu raja-raja dengan suguhan kue-kue tradisional sebanyak 2 kasera. Selain untuk menyambut tamu raja, tarian Bosara juga ditampilkan pada berbagai pesta seperti pesta perkawinan.

Para penari tarian Bosara menggunakan pakaian adat makassar yang khas tarian Bosara dengan membawa piring khas Sulawesi Selatan yang disebut Bosara.

Kata bosara sendiri menunjukan pada satu kesatuan utuh yang terbagi dalam piring, yang di atasnya di beri alas kain rajutan dari wol, lalu ditempatkan piring di atasnya juga sebagai tempat kue dan tutup bosara. Adapun kue-kue yang umumnya disajikan dengan memakai bosara merupakan kue-kue tradisional, baik kue basah atau kue kering. Kue basah semisal cucur, bolu peca’, brongko, biji nangka, kue lapis, kue sala’ dan lain-lain, yang biasanya terbuat dari tepung beras.

10. Tari Tradisional Sulawesi Selatan - Pajoge


Pajoge adalah sejenis tarian yang berasal dari Sulawesi Selatan, baik Bugis maupun Makassar. Tari Pajoge biasanya ditampilkan dalam istana atau kediaman kalangan ningrat oleh gadis yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Pada mulanya tarian ini hanya merupakan hiburan bagi kaum lelaki. Para penonton, biasanya dari kalangan ningrat, duduk dalam lingkaran. Para penari menari melingkar. Setiap penari menari seorang diri sambil menyanyi dan mencari pasangannya di antara penonton. Lalu dia akan memberi daun sirih kepada lelaki yang sudah dipilihnya. Lelaki tersebut akan menari dengan sang gadis.

Demikian Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga merupakan alat penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan agar rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.

Penari Pajoge di Maros (sekitar 1870)

Demikian Sobat tradisi, 10 Tari Tradisiona Sulawesi Selatan yang bisa kami sampaikan, semoga bisa menambah wawasan mengenai kekayaan budaya Nusantara. Sampai jumpa pada artikel tradisi selanjutnya.

Referensi :
  • http://www.infotoraja.com/ensiklopedia/manimbong/
  • https://kumpulanliriklagutoraja.blogspot.co.id/2015/05/jenis-tari-tarian-adat-toraja.html
  • http://galihthyo.blogspot.co.id/2014/06/tari-gandrang-bulo-sejarah-dan-lirik.html
  • http://www.triobbc.com/2014/11/tari-bosara-dance.html 
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Pajoge 
  • http://www.wacana.co/2015/09/tarian-sulawesi-selatan/
  • Pencarian gambar google.com

Tidak ada komentar untuk "10 Tari Tradisional Sulawesi Selatan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel